Di puncak masa putih abu-abu, aku dihadapkan dengan berbagai pilihan.
Banyak pilihan yang harus aku tentukan demi masa depanku, atau aku akan
menyesal. Salah satunya adalah cinta. Seringkali aku bercerita, membaca
dan mendengar sebuah istilah yang sakral bagi pujangganya itu sendiri.
Teringat sewaktu keseharianku yang masih kental dengan agama. Kerudung
panjang dan lebar menutup dada dan punggungku, buku adalah media
hiburanku, yang kubahas tentang ilmu, tersenyum bebas tanpa beban, aku
jauh dengan hal-hal percintaan di luar pernikahan yang sekarang
diistilahkan dengan “pacaran”. Sekarang, semua berbanding terbalik.
Tetapi kerudung masih tetap kukenakan. Jika aku mengalami kesukaran
dalam menghadapi sekian banyak resiko, aku merindukan sosok diriku yang
dahulu, aku yang tak begitu peduli dengan pacaran.
Aku mengalami perubahan pada diriku semenjak aku mengenal Firman,
yang kini statusnya pacarku. Entah apa yang kupikirkan saat itu, aku
benar-benar mengalami sesuatu yang berbeda. Desakkan nafsu darah muda,
aku tahu itu salah tapi aku memutuskan akhirnya berpacaran dengannya.
Sebelum aku mengenalnya, aku terlebih dahulu mendambakan laki-laki yang
usianya 10 tahun lebih tua dariku. Laki-laki itu adalah gambaran seorang
ikhwan alim yang tindak-tanduknya persis dengan anak pesantren. Kulihat
dari caranya beribadah, berbicara, dan berguraunya sangat santun.
Berbeda dengan para laki-laki yang berlalu-lalang di hadapanku setiap
harinya. Tetapi itu hanya bertahan sementara, sulit sekali mendapatkan
laki-laki sepertinya sedangkan bila aku berkaca, aku hanya perempuan
yang berusaha baik di akhir zaman. Teringat akan sebuah kalimat dalam
al-quran, Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Sebaliknya, wanita
yang hina untuk laki-laki yang hina pula.
Akhirnya, aku berpacaran dengan Firman hingga kini sudah berjalan 5
bulan. Kami menjalani hari-hari tanpa duduk berdua, berpegangan tangan,
bertatapan mata, bahkan bertemu saja jarang. Hanya sebatas SMS dan
chartting. Selama itu, kami banyak menemukan berbagai masalah. Awalnya,
perasaanku tak setengah-setengah tapi kenyataannya dia mudah sekali
tertarik dengan perempuan. Semenjak itu, kesalahan yang sama selalu
diulang. Berjuta alasan diucapkan, tidak sedikit pun hati merasa tenang
ketika dia mulai beralasan. Dalam pikiranku “Dia bohong!”.
Awal tahun 2014, dia tidak menghubungiku dengan alasan tak mampu membeli pulsa.
“Beli rok*k, tiket event metal, dan belum lagi kebutuhan kesenangan yang
lain dia mampu, terus aku dianggap apa? Nggak penting?” gerutuku dalam
hati. “Terus, kalimat yang katanya aku orang yang paling disayanginya,
apa cuma ‘speak’ doang?!”
Big liar!
Sampai di puncak lelah, aku mulai sedikit merasa terbiasa dengan
sikapnya seperti itu. Alhasil, aku diam dengan segala tingkah lakunya.
Ketika aku mulai dianggurkan, ada seseorang yang kerap datang sekedar
untuk menyapa.
Yogga…
Sudah hampir setahun aku mengenalnya. Lebih lama aku mengenalnya
daripada Firman. Awal aku mengenal, banyak kesan buruk yang kulimpahkan
pada Yogga dan pada akhirnya Allah mulai menurunkan wahyu berupa
keadilan untuk dia. Aku mulai merasakan bahwa dia memang yang selalu ada
walaupun dalam keadaan apapun. Perkataanku yang buruk saja saja dia
ingat bagaimana konteks kalimatnya. Hal kecil yang berhubungan denganku
dia tahu persis. Walaupun sempat dia merasa lelah dengan sikapku.
Salahku yang hanya memanfaatkan kehadirannya sebagai tempat pelampiasan
tapi pada akhirnya keadilan lagi berpihak padanya. Entah, perasaan apa
yang datang padaku!
Nyaman, tenang, bahagia, lepas bebas tanpa beban. Terbukti akhirnya ucapan sahabat kecilku, Silvi.
“Lihat deh mbak! Suatu saat pasti perasaanmu berpaling sama Yogga pas
pacarmu minggat nggak tahu kemana.” ucapan Silvi masih terngiang.
“Oh ya? Apakah mungkin?” batinku.
Dan ternyata, semua memang benar terjadi. Sekarang aku dihadapkan dengan dua pilihan. Dia atau dia?
Aku hanya berharap semua selesai tanpa membawa luka yang kekal. Aku
yakin, Allah tidak tidur. Dia tahu siapa yang lebih banyak berkorban
untukku, dan siapa yang menyepelekanku. Atau, aku akan kehilangan
keduanya?
Entahlah, aku bingung. Dia atau dia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar